Jumat, 09 Maret 2012

Pelaku Kejahatan Keras Merambah Kalangan Remaja

Saat memburu tersangka MSD (19) di Medan, Sumatera Utara, polisi menangkap tiga tersangka dalam kasus lain yang serupa. Prestasi ini mengungkap meluasnya kejahatan keras yang dilakukan kalangan remaja.
MSD adalah satu dari empat tersangka pemerkosa dan perampok penumpang angkutan kota, R (35), di Depok, Rabu (14/12). Tiga tersangka lain yang ditangkap adalah YBR (18), DR (18), dan A (19). YBR adalah tersangka utama kasus ini.
YBR, MSD, dan DR adalah anggota komplotan pencuri dan perampas sepeda motor yang sering melukai, bahkan tak jarang memerkosa, korbannya. Saat MSD ditangkap di Medan, Selasa (27/12) siang, tiga kawannya, yaitu R (19), K (21), dan C (19), ikut terjaring. Ketiga kawan MSD ditangkap di Pematang Siantar.
Saat R, K, dan C diperiksa, terungkap mereka berkawan dengan empat orang lainnya yang kini buron. Kejahatan yang mereka lakukan sama dengan kejahatan yang dilakukan YBR, MSD, dan DR.
Sopir tembak
”Sehari-hari para tersangka dan buron ini bekerja sebagai sopir tembak angkot di Jakarta. Mereka adalah anak-anak jalanan,” ungkap Kepala Subdit Umum Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Helmy Santika, Rabu (28/12).
Penegasan Helmy memperkuat dugaan beberapa pengamat sebelumnya bahwa sumber kejahatan angkot adalah para sopir tembak. Mereka anak-anak jalanan yang dibayar murah para sopir resmi angkot. Mereka senang, anak-anak jalanan pun senang karena tidak lagi mendapat sebutan penganggur, tetapi pekerja.
Helmy berharap, pengungkapan dan penangkapan jaringan para pelaku kejahatan keras di angkot ini berdampak mengurangi kejahatan angkot di Jakarta yang bersumber dari para sopir tembak. ”Kami masih berharap empat orang yang kini buron dapat kami tangkap. Penangkapan mereka bisa membuka peluang mengungkap para pelaku lain dan seterusnya,” tutur Helmy.
Meski demikian, Helmy mengakui, keterbatasan dana operasional sering kali membuat reserse di lapangan harus membatasi penangkapan lanjutan.


Metamorfosis
Yang fenomenal dari pengungkapan para tersangka kali ini adalah sembilan dari 10 tersangka kejahatan keras mulai melakukan kejahatan sebelum berusia 18 tahun. Pengamatan Kompas, para pelaku kejahatan keras seperti pemerkosaan sadis, penganiayaan berat, dan pembunuhan di Jakarta selama ini dilakukan oleh pelaku yang berusia 25 tahun ke atas.
Baru kali ini polisi mengungkap serangkaian kejahatan keras di Jakarta dilakukan para pelaku berusia 20 tahun ke bawah.
”Pengalaman saya, para pelaku yang terungkap melakukan kejahatan keras umumnya telah melakukan kejahatan lain dua sampai tiga tahun sebelum ia ditangkap. Kejahatan yang dilakukan berkembang secara bertahap baik kualitatif maupun kuantitatif sampai akhirnya pelaku melakukan kejahatan keras,” papar Helmy.
Helmy menduga, para pelaku melakukan tindak kriminal saat usianya lebih muda lagi. ”Kalau pada umur 20 tahun dia sudah melakukan pemerkosaan dan penganiayaan berat, perampokan, serta pembunuhan, sekurang-kurangnya dia pada usia di bawah 18 tahun sudah melakukan kejahatan,” ujarnya.
Ia mengingatkan, kejahatan berbeda dengan kenakalan. ”Kejahatan yang saya maksud adalah kejahatan seperti disebutkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,” ujar Helmy.
Oleh sebab itu, terungkapnya kejahatan yang diduga dilakukan 10 tersangka (tidak termasuk tersangka A, perempuan) adalah bukti telah terjadi ”metamorfosis” para pelaku baru kejahatan secara lebih dini.
Helmy mengungkapkan, kejahatan keras di wilayah hukum Polda Metro Jaya umumnya dilakukan mereka yang berusia 25 tahun ke atas. Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Nico Afinta pun mengakui hal itu.
”Saat saya masih menjadi kepala satuan kejahatan dengan Kekerasan (sekarang kepala subdit umum), para pelaku kejahatan keras memang umumnya berusia 28 tahun ke atas. Paling muda berusia 25 tahun,” ucapnya.
Menurut Helmy, metamorfosis penjahat baru yang berusia lebih muda ini menunjukkan semakin banyaknya remaja yang tumbuh di jalanan karena persoalan keluarga dan sekolah. ”Kedua persoalan itu masih seputar belitan masalah kemiskinan,” ucapnya.
Ia menambahkan, sebagian anak-anak jalanan ini umumnya ”main” di terminal. Sebagian di antara mereka ditampung menjadi sopir tembak.
Helmy menduga, karier kenakalan yang berubah menjadi karier kejahatan anak-anak jalanan ini bermula dari sana.
Fokus kejahatan angkot
Rabu sore kemarin, tersangka MSD dipindahkan dari Polda Metro ke Polres Kota Depok, Jawa Barat.
”Kasus perampokan dan pemerkosaan terhadap R ditangani Polres Kota Depok, sedangkan Polda Metro fokus pada rangkaian kasus kejahatan keras di angkot,” ujar Helmy.
Pada bagian lain, dia mengungkapkan, tersangka YBR mengaku sebagian hasil merampok digunakan untuk membiayai pengobatan tersangka A yang menderita kanker.
Apa yang disampaikan Helmy menjawab pertanyaan, mengapa A tega membiarkan R diperkosa dan dirampok di hadapan A.
Kepala Unit 1, Subdit Umum, Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro, Komisaris Budi Hermanto menjelaskan, YBR dan kelompoknya sering menyewa angkot untuk berbuat jahat. (WIN)

sumber : kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar