Saat memburu tersangka MSD (19) di Medan, Sumatera Utara, polisi
menangkap tiga tersangka dalam kasus lain yang serupa. Prestasi ini
mengungkap meluasnya kejahatan keras yang dilakukan kalangan remaja.
MSD adalah satu dari empat tersangka pemerkosa dan perampok
penumpang angkutan kota, R (35), di Depok, Rabu (14/12). Tiga tersangka
lain yang ditangkap adalah YBR (18), DR (18), dan A (19). YBR adalah
tersangka utama kasus ini.
YBR, MSD, dan DR adalah anggota
komplotan pencuri dan perampas sepeda motor yang sering melukai, bahkan
tak jarang memerkosa, korbannya. Saat MSD ditangkap di Medan, Selasa
(27/12) siang, tiga kawannya, yaitu R (19), K (21), dan C (19), ikut
terjaring. Ketiga kawan MSD ditangkap di Pematang Siantar.
Saat R,
K, dan C diperiksa, terungkap mereka berkawan dengan empat orang
lainnya yang kini buron. Kejahatan yang mereka lakukan sama dengan
kejahatan yang dilakukan YBR, MSD, dan DR.
Sopir tembak
”Sehari-hari
para tersangka dan buron ini bekerja sebagai sopir tembak angkot di
Jakarta. Mereka adalah anak-anak jalanan,” ungkap Kepala Subdit Umum
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar
Helmy Santika, Rabu (28/12).
Penegasan Helmy memperkuat dugaan
beberapa pengamat sebelumnya bahwa sumber kejahatan angkot adalah para
sopir tembak. Mereka anak-anak jalanan yang dibayar murah para sopir
resmi angkot. Mereka senang, anak-anak jalanan pun senang karena tidak
lagi mendapat sebutan penganggur, tetapi pekerja.
Helmy berharap,
pengungkapan dan penangkapan jaringan para pelaku kejahatan keras di
angkot ini berdampak mengurangi kejahatan angkot di Jakarta yang
bersumber dari para sopir tembak. ”Kami masih berharap empat orang yang
kini buron dapat kami tangkap. Penangkapan mereka bisa membuka peluang
mengungkap para pelaku lain dan seterusnya,” tutur Helmy.
Meski
demikian, Helmy mengakui, keterbatasan dana operasional sering kali
membuat reserse di lapangan harus membatasi penangkapan lanjutan.
Metamorfosis
Yang
fenomenal dari pengungkapan para tersangka kali ini adalah sembilan
dari 10 tersangka kejahatan keras mulai melakukan kejahatan sebelum
berusia 18 tahun. Pengamatan Kompas, para pelaku kejahatan keras seperti
pemerkosaan sadis, penganiayaan berat, dan pembunuhan di Jakarta selama
ini dilakukan oleh pelaku yang berusia 25 tahun ke atas.
Baru kali ini polisi mengungkap serangkaian kejahatan keras di Jakarta dilakukan para pelaku berusia 20 tahun ke bawah.
”Pengalaman
saya, para pelaku yang terungkap melakukan kejahatan keras umumnya
telah melakukan kejahatan lain dua sampai tiga tahun sebelum ia
ditangkap. Kejahatan yang dilakukan berkembang secara bertahap baik
kualitatif maupun kuantitatif sampai akhirnya pelaku melakukan kejahatan
keras,” papar Helmy.
Helmy menduga, para pelaku melakukan tindak
kriminal saat usianya lebih muda lagi. ”Kalau pada umur 20 tahun dia
sudah melakukan pemerkosaan dan penganiayaan berat, perampokan, serta
pembunuhan, sekurang-kurangnya dia pada usia di bawah 18 tahun sudah
melakukan kejahatan,” ujarnya.
Ia mengingatkan, kejahatan berbeda
dengan kenakalan. ”Kejahatan yang saya maksud adalah kejahatan seperti
disebutkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,” ujar Helmy.
Oleh
sebab itu, terungkapnya kejahatan yang diduga dilakukan 10 tersangka
(tidak termasuk tersangka A, perempuan) adalah bukti telah terjadi
”metamorfosis” para pelaku baru kejahatan secara lebih dini.
Helmy
mengungkapkan, kejahatan keras di wilayah hukum Polda Metro Jaya
umumnya dilakukan mereka yang berusia 25 tahun ke atas. Wakil Direktur
Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Nico Afinta pun mengakui hal itu.
”Saat
saya masih menjadi kepala satuan kejahatan dengan Kekerasan (sekarang
kepala subdit umum), para pelaku kejahatan keras memang umumnya berusia
28 tahun ke atas. Paling muda berusia 25 tahun,” ucapnya.
Menurut
Helmy, metamorfosis penjahat baru yang berusia lebih muda ini
menunjukkan semakin banyaknya remaja yang tumbuh di jalanan karena
persoalan keluarga dan sekolah. ”Kedua persoalan itu masih seputar
belitan masalah kemiskinan,” ucapnya.
Ia menambahkan, sebagian
anak-anak jalanan ini umumnya ”main” di terminal. Sebagian di antara
mereka ditampung menjadi sopir tembak.
Helmy menduga, karier kenakalan yang berubah menjadi karier kejahatan anak-anak jalanan ini bermula dari sana.
Fokus kejahatan angkot
Rabu sore kemarin, tersangka MSD dipindahkan dari Polda Metro ke Polres Kota Depok, Jawa Barat.
”Kasus
perampokan dan pemerkosaan terhadap R ditangani Polres Kota Depok,
sedangkan Polda Metro fokus pada rangkaian kasus kejahatan keras di
angkot,” ujar Helmy.
Pada bagian lain, dia mengungkapkan,
tersangka YBR mengaku sebagian hasil merampok digunakan untuk membiayai
pengobatan tersangka A yang menderita kanker.
Apa yang disampaikan Helmy menjawab pertanyaan, mengapa A tega membiarkan R diperkosa dan dirampok di hadapan A.
Kepala
Unit 1, Subdit Umum, Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro,
Komisaris Budi Hermanto menjelaskan, YBR dan kelompoknya sering menyewa
angkot untuk berbuat jahat. (WIN)
sumber : kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar